SELFIE
Kata yang tidak
asing. Hampir semua kita paham. Pernah melakukan malah. Foto sendiri. Diupload
di Medsos sendiri. “Like” sendiri. Senyum-senyum sendiri. Bangga sendiri.
Memuji sendiri. Aiih..!!
Ya, dunia memang
sudah berubah. Selfie menjadi cara simpel untuk menyampaikan pesan tentang
diri. Dengan selfie, pesan yang kompleks bisa disampaikan dengan mudah.
Setidaknya, selfie akan membuat bangga. Membuat orang lain menjadi tahu, ini
loh saya.. !
Yes..! Istilah
selfie memang begitu populer sekarang. Hampir seluruh planet ini demen dengan
yang namanya selfie, kecuali yang tidak... Dinegeri entah, hingga negeri ini.
Sebut saja presiden JKW yang demen diajak selfie. Juga SBY, mantan presiden
kita, yang pernah selfie dengan PM Malaysia.
Kejadian selfie paling
heboh dilakukan presiden AS Barrack Obama. Bersama PM Inggris, David Cameron,
dan PM Denmark, Helle Thorning Schmidt, saat prosesi pemakaman mantan Presiden
Afsel, Nelson Mandela, awal Desember 2013 lalu. Kontroversi, tentu saja. Banyak
kecaman. Ditengah kesedihan rakyat Afsel, mereka bersenang-senang denga selfie.
Demikian juga calon
pewaris tahta Kerajaan Inggris. Dia berselfie dengan seorang gadis berumur 12
tahun, Madison Lambe, saat berkunjung ke Sandringham House. Bahkan Paus
Fransiskus juga tak ketinggalan. Pada 2013 lalu, Paus melakukan selfie bersama
emapat anak muda dari keuskupan Pazenza Italia di Gereja Basilica St. Peter,
Vatikan.
Tak hanya di bumi,
trend selfie juga berlaku di luar angkasa. Astronot Aki Hosida dari Japan
Aerospace Exploration Agency, tahun 2012 melakukan selfie saat dia melakukan
misi ke luar angkasa. Bahkan ada seorang perawat di sebuah RS di Barat
berselfie dengan jenazah pasiennya. Akibatnya, ia di kecam dan konon dipecat.
Demikian juga
banyak jamaah haji yang berselfie di depan Ka’bah. Ada pula yang berpura-pura
sedang berdoa dengan baju ihram, lalu diupload. Tidak ketinggalan berselfie di
gereja, vihara, pura, dan tempat-tempat unik lainnya..!
Apa akibat dari
trend selfie ? Banyak..! Beberapa orang mengalami kecelakaan saat selfie.
Berselfie di pinggir sungai, kemudian diterkam buaya. Entah itu benar atau
tidak. Wallahu a’lam.
Ya, selfie kedepan
akan menjadi ternd yag makin aduhai. Apalagi sekarang muncul Smartphone dengan
kamera depan beresolusi tinggi. Biasanya, kamera depan lebih kecil dari kamera
belakang. Taglinenya menyasar kenyamanan untuk berselfie ria. Ditambah pula
tongkat narsis, atau disingkat “tongsis”. Intinya, selfie semakin menggila saat
ini, maupun yang akan datang.
PSIKOLOGI SELFIE
Nah, bagaimana
psikologi selfie itu..? Biasanya, selfie di hubungkan dengan narsis. Berfoto
sendiri, kemudian di upload di Medsos sendiri. Lalu muncul perasaan-perasaan
tertentu. Bangga, senang, puas, dan merasa gimana gitu deh. Tapi, kalau sehabis
selfie terus disimpen dalam file sendiri, tidak di bahas disini.
Karena hubungannya
narsis, hal yang pas dengan psikologi narsis. Dalam buku Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder disebutkan narsis termasuk dalam
gangguan mental (mental disorder). Banyak orang tidak sadar kalau narsis
itu ternyata gangguan mental. Terus apa gejalanya..?
Pertama, selfie
membuat pelakunya mementingkan diri sendiri. Melebih-lebihkan prestasi dan
bakat. Ada harapan agar di kenal sebagai orang unggul. Istilahnya, pamer, ini
loh gue hebat!!
Kedua, Nampak
ingin menunjukkan kebanggaan dengan fantasinya. Bahasa sederhananya, ini saya
berhasil, memiliki kekuatan, kepintaran, kecantikan atau kasih cinta yang ideal
dengan pasangan. Orang bilang, sok mesra dengan pasangan..!!
Ketiga,
bisa saja muncul PeDe bahwa dirinya sangat spesial. Seakan-akan bicara begini: ini
lho saya bisa bergabung atau bergaul dengan orang-orang hebat, orang yang
memiliki status tinggi.
Keempat, muncul
keinginan mendapatkan pujian yang berlebih dari orang lain karena aksinya. Bahasa
jawanya, pengendi alem. Kelima, berkurangnya rasa empati terhadap
sesama. Misalnya, saat berselfie di depan hotel, pada saat yang sama orang lain
dalam keaadaan miskin. Keenam, muncul dengan atau tanpa sengaja sifat
arogan. Ketujuh, jika selfie dalam bentuk kesedihan, maka ingin
menunjukkan pribadi yang emosiaonal dan lemah. Bahasa orang-orang, mellow
dech..!
Terus bagaimana
donk..? Ya, selfie bisa berdampak, bisa juga tidak. Ada yang serius dampaknya.
Ada pula yang ringan. Bahkan ada yang tidak berdampak sama sekali. Tingkat
dampaknya terpulang dari niat masing-masing. Kembali kepada tujuan. Juga
kembali kepada tingkat kenekatan fantasi selfienya.
Bagaimana dengan
selfie yang tidak berdampak ? Iya. Kalau selfie hanya sekedar fun, tidak
bemaksud pamer, apalagi sombong, ya tidak berdampak. Tapi ingat, niat fun tidak
selalu dipahami orang lain. Berdampak serius baik pada diri sendiri maupun
orang lain jika dilakukan berlebihan.
Jadi, silahkan
berselfie, tapi tatalah hati dengan baik. Ukur kewajarannya. Ukur pula dengan
kacamata rasa orang lain. Solanya niat baik tidak selalu berbanding lurus
dengan hal baik. Apalagi niatnya buruk. Wallahua’lam.
****************
Di ambil dari majalah Bimas Islam 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar